REAKTUALISASI  NILAI BUDAYA SIPAKATAU

DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

Oleh : H. A. Ahmad Saransi


Secara morfologis “sipakatau”  terdiri dari kata : si = saling, sama; paka = meng – kan; tau = orang atau manusia. Dengan demikian, sipakatau berarti, “saling memanusiakan”. Prinsip sipakatau inilah sebagai wujud “pandangan hidup” yang sejak zaman dahulu yang senantiasa mempersatukan orang Bugis dalam gidup bermasyarakat yang senantiasa sangat disadari oleh masyarakat Bugis untuk diwujudkan.

Bagi orang Bugis sipakatau yang dijiwai oleh semangat kebersamaan pada prinsipnya mereka memandang bahwa seorang tau atau manusia pada hakekatnya  sama sesuai harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan, yang membedakan hanya rupa tau (sifat). Oleh karena itu bukan pada tempatnya bila terjadi penganiyaan sesama manusia. Bagi orang Bugis sipakatau adalah suatu prinsip dan merupakan kesadaran yang mendalam yang mengakui kodrat manusai sebagai mahluk ciptakaan Tuhan sehingga dalam pandangannya bahwa manusia itu sama. Hal ini dapat dilihat dalam ungkapan dibawah ini :

Rebba sipatokkong; Mali siparappé, dan Malilu sipakainge’. Maksudnya sebagai manusia  harus saling menolong-menolong bila bila sedang rebah (jatuh), tolonglah dan bangkitkan; Bila terhanyut, tolonglah saling mendamparkan supaya selamat; bila keliru tolonglah saling mengingatkan agar terhindar dari mara bahaya.     



Dari dimensi historis siapaktau sudah lama menjadi pandangan hidup bagi orang Bugis dalam membina keharmonisannya sebagai mahluk ciptaaan Tuhan yang saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat dilihat pada paseng atau pesan orang tua pada cucunya di bawah ini :

“Pakatauwi padammu tau, rékkua sipakatauko, manguru lalenno asenna”. Artinya : “perlakukanlah sesamamu sebagaimana kodrat manusia, jika engkau saling memanusiakan, itulah yang disebut sejalan dan seia sekata”.

Betapa luhurnya budi pekerti sipakatau ternyata orang tua kita selalu mewasiatkan kepada cucunya agar selalu mengindahkan nilai sipakatau dalam membina hubungan antar sesama manusia. hal ini dipandang penting dan perlu mendapatkan perhatian sebab dalam kehiduapan orang Bugis seorang panutan dikenal dengan sebutan “Ambo Tau atau ulawunna tauwé” yang juga berarti pemimpin yang senantiasa memelihara sikap, “nyameng kininnawa, madécéng kapang, temmappasilaingeng” yang berarti : selalu bebaik hati dan berbaik sangka serta tanpa membeda-bedakan” dengan orang yang dipimpinnya.

Demikian pula bagi ammeng atau masyarakat kebanyakan yang dipimpinnya ia senantiasa berlaku malempu atau jujur; dan makkeda tongeng – berkata benar; serta maréso temmanginngi’ yang berarti berusaha yang tak mengenal lelah.

Sedangkan bagi kelompok pabbalu-balu atau padangkang dalam kehidupan bermasyarakat, bukan pada tempatnya mereka bertindak menurut kemauannya sendiri dengan bernafsu untuk memonopoli yang bersifat memetingkan diri sendiri atau kelompoknya. Mereka itu sejatinya bersifat sipatuwo sipatokkong tessimelereng perru yang berarti saling menghidupkan dan saling membangkitkan serta tidak saling menecelakakan dalam membina kehidupan bermasyarakat.

Untuk memelihara budaya sipakatau maka seyogyanya setiap orang mampu mengendalikan diri dan tahu diri yang dalam bahasa Bugis disebut naisseng aléna atau  jamak disebut Is Al artinya Issenngi alému. Hal itu sejalan dengan pesan orang tua kepada anak cucunya : “ajeppui alému namujepputowi padammu tau, Rékko sijeppuino sipakatauko asenna”. Artinya : “kenalilah dirimu agar engkau dapat pula mengenal sesamamu, jika engkau sudah saling mengenal maka saling memanusiakan namanya”.

Untuk itu dalam kondisi kekinian nilai budaya sipakatau perlu dibina dan direaktualisasikan dalam kehidupan  berbangsa dan bernegara. Salamakki topada salam.

 

   

 

 

Komentar

  1. Terimakasih.mengingatkan.perua.tauriolo.iya.ada.iya.gau.pada.idimaanenmmi.tu.urennuang.pakaingeki.padata.rupatau.mamuare.ki.salama.rilino.dibawa.hai rat.amin

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer