IN MEMORIAM H. DATU DEWARAJA

Oleh H, Ahmad Saransi

Saat membaca postingan Fb Irvan Dewaraja mengenai kepergian H. A. Dewaraja atau dikalangan orang Soppeng dikenal dengan Datu Dewa (76 tahun), sabtu tanggal 27 September 2020 jam 07 lewat di pagi hari, seketika itu saya teringat ucapan almarhum 38  tahun yang silam.

aja’ muteppu alému Arung, ampémitu mappabati – jangan memperkenalkan dirimu sebagai Andi, (biarkanlah) tingkah lakumu  menyatakan dirinya” tegasnya ketika saya bersama putra  sulungnya Andi Muhammad Irvan yang kala  itu kami mewakili  sekolah kami SMA Negeri 200 Soppeng  untuk ikut pawai 17 Agustus 1982 dengan memerankan Dwi Tunggal Presiden Indonesia Soekarno – Hatta (Andi Muhammad Irvan selaku Soekarno dan saya selaku Hatta).

 
H. Andi Muhammad Irvan Dewaraja Putra Sulung Almarhum memerankan 
selaku Presiden Soekarno dalam pawai menyambut 17 Agustus 1982

  Petua Sang Datu itu ini tertanam kuat dalam kesadaran saya. Sosok Datu Dewaraja adalah sosok meneguhkan seorang bangsawan tinggi Soppeng yang penuh tawadhu dalam bertutur dan bertingkah serta tidak suka pamer kekayaan. Almarhum Datu Dewaraja  lahir dari pasangan ayahandanya yang bernama Datu Abd. Razak atau lebih dikenal dengan Nama Datu Sade  atau Datu Marioriwawo  terakhir.  Dan Ibundanya bernama Datu Pancaitana atau lasim disebut dengan Datu Jai dengan gelar Datu Pattojo. Dari perkawinan Datuk Razak dengan Datu Jai melahirkan lima anak, masing-masing : Datu Batari, Datu Rumpang Megga, Datu Samallangi atau dikenal dengan nama Datu Samang; Datu Dewaraja; dan Datu Tenri Oji.

Ketika saya masih SMA saya sering kerumahnya, disamping rumahnya terparkir sebuah mobil hartop dan motor vespa. Dalam kesehariannya mobil itu jarang dipergunakan ke kantor, beliau hanya menggunakan motor Vespa bututnya, sehingga suatu ketika anak sulungnya menuturkan kepada saya bahwa mobil hartopnya Pung Datu dalam keadaan rusak gara-gara tidak pernah dipakai. Apakah almarhum terlalu sayang sama mobilnya sehingga dia tidak dipakai  kekantor? Jawabnya, ternyata tidak ! Sesungguhnya eliau tidak ingin demontratif mengenai harta bendanya, mobil itu hanya dipakai untuk  keluarga.

Begitupun dalam pesta keluarga jarang memakai  songkok pamiring, beliau lebih senang memakai kopiah haji hitamnya. Kalaupun dia memakai balutan emas songkok pamiringnya  tidak tinggi, padahal segi darah dia pantas memakai songkok pamiring dengan balutan emas yang lebih tinggi. Itulah kesederhanaan almarhum.   




Datu Dewaraja bersama Datu Mappejanci

Suatu ketika  saya berkunjung kerumahnya dan sempat berbincang dengan panjang lebar dengan beliau. Dalam   perbincangan saya dengan Beliau, sejauh yang saya liat memperlihatkan personalitas yang kuat dan melekat kuat humanisme yang kental. Ketika berlangsung pembicaraan beliau dengan sabar mendengarkan dan sabar pula menggunakan pendengarannya. Lalu ketika  saya bertanya kepada beliau mengenai  penilaiannya dengan kondisi kekinian, ia dengan arif dan bijak menuturkan bahwa banyak pemimpin tetapi difisit kepercayaan; banyak tokoh tetapi miskin negarawan; banyak pejabat tetapi minus teladan; banyak panrita tetapi langka panutan ; maega to macca tetapi minus intergritas.

Foto Penulis bersama   Datu Dewa dalam acara pengantin


Mengakhiri  pembicaraannya ia menuturkan   hobinya bahwa ia senang dengan anu matareng (koleksi badik).

Kalimat-kalimat  beliau yang ia lontarkan tidak hanya padat dengan makna melainkan kalimat yang tak lekang dengan waktu sebagai kearifan berpikir seorang anak bangsawan patola palallo. Semoga Almarhum  Pung Haji Datu Dewa dalam keadaan  husnul khotimah. Al-Fatihah untuk Almarhum Pung H. Datu Dewa.  

 membesuk Almarhum ketika masuk Rumah Sakit PCC Makassar 


Komentar

Postingan Populer