321
TAHUN WAFATNYA
SYEKH
YUSUF ABU MAHASIN TAJUL KHALWATI AL-MAQASARY
pada hari Ini, 23 Mei 1699 atau 321 tahun yang silam, Syekh Yusuf Abu
Mahasin Tajul Khalwati Al-Maqasary tutup usia.
Patriot, Cendekiawan, yang dikasihi Allah itu wafat dalam umur 73 tahun di Cape Town, Afrika Selatan.
Syekh Ysuf lahir dalam lingkup Kerajaan Gowa di
Sulawesi Selatan pada tahun 1626, adalah putra asli suku bangsa Makassar.
Ayahnya adalah Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin (1593-1639) dan ibunya St.
Aminah bukan pemaisuri).
Dalam usia 18 tahun
beliau berangkat ke Banten, kemudian ke Aceh untuk memperdalam ilmu agamanya,
selama 5 tahun. Tujuan utama memang ke tanah
Hijaz (Timur Tengah) untuk mencari ilmu hakikat islam. Dalam tahun 1649 beliau
berangkat ke Tanah Hijaz (Negeri Yaman, Mekkah dan Madinah) dan Damaskus. Di
sana menghadap pada khalifah-khalifah tarikat dan mendapat ijazah untuk mengajarkan
Tarikat-Tasauf, seperti tarikat Ba’Alawiyah, Naqsyabandiah, Syattariah dan
Khalwatiyah. Dalam tahun 1664 M, Syekh Yusuf kembali ke Hindia memenuhi
undangan Sultan Banten Tirtayasa yang sedang bersiap-siap menghadapi serangan
Kompeni.
Perang antara Banten dan
Kompeni tidak dapat dihindari, berlangsung dari tahun 1682-16823 M, selama 22
bulan. Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap (bulan Maret 1683), akhirnya komandan
lasykar dipimpin oleh Syekh Yusuf dengan 5000 orang lasykar terdiri atas orang
Makassar, Bugis, Melayu dan Jawa.
Oleh karena itu, Kapten van Happel menjalankan tipu
muslihat yang halus, yaitu ia datang dengan berpakaian Arab dengan membawa St.
Asma, putri Syekh Yusuf yang ditangkap di Padaherang sebagai sandera. Van
Happel fasih berbahasa Melayu dan membujuk Syekh Yusuf dengan segala macam
janji. Akhirnya Syekh Yusuf terpancing atas bujukan van Happel, terutama rasa
kasihan melihat puterinya yang dijadikan sandera. Syekh Yusuf bersama putrinya
ke Cirebon, alias sudah ditangkap oleh Van Happel. Pasukan dan pengikut Syekh
Yusuf yang terdiri atas orang-orang Makassar dan Bugis, tidak lama kemudian
dikirim ke Makassar pada tanggal 23 Januari 1684 dengan kapal yang disediakan
oleh Kompeni. Kapal lain mengangkut Syekh Yusuf dari Cirebon ke Batavia bersama
anggota keluarganya dan komandan pasuka yang setia padanya, langsung dimasukkan
ke dalam kastle (Benteng) di Batavia.
Sekitar 6 bulan lamanya
Syekh Yusuf berada dalam Benteng di Batavia, dijaga ketat oleh tentara Kompeni,
agar tidak lolos berhubungan dengang penduduk, bahkan diberitakan sudah
terbunuh, karena pengaruhnya berakar dan meluas di kalangan orang-orang
Priangan, dipuja sebagai orang suci dan sufi. Pemerintah tinggi Kompeni,
memandang keberadaan Syekh Yusuf di Batavia sebagai ancaman yang
mengkhawatirkan. Dengan demikian, diputuskan oleh Gubernur Jenderal bersama
Dewan Hindia Belanda akan mengasingkannya ke Ceylon (Srilanka). Keputusan itu
dijalankan pada tanggal 12 Desembr 1684.
Syekh Yusuf diasingkan ke
Ceylon sebagai buangan politik dalam usia 58 tahun,. Bagi pihak Kompeni,
putusan pengasingan itu dianggap kegiatan politik Syekh Yusuf tua itu sudah
selesai dan merasa aman dari gangguan.
nama Syekh Yusuf di
Ceylon sudah terkenal. Di tengah-tengah masyarakat Budha, beliau mengajarkan
ilmu Syariat dan Tasauf kepada murid-muridnya yang datang dari India
(Hindustan) dan dari masyarakat Srilanka sendiri. Kesempatan di pengasingan
ini, digunakan beramal, mengajar dan menulis risalah-risalah ajarannya. Jemaah
haji dari Hindia timur (Indonesia), sekembalinya dari Mekkah, biasanya singgah
di Ceylon menunggu musim barat dan mengambil air minum, selama
satu sampai tiga bulan. Para jemaah haji menggunakan kesempatan belajar dan
memperdalam ilmunya dan minta berkat pada Syekh Yusuf. Dalam hal demikian,
terselip pula pesan-pesan politik kepada jemaah haji, agar tetap mengadakan
perlawanan kepada kompeni Belanda yang akan menjajah dan memonopoli
perdagangan. Pesan-pesan agama kepada jemaah haji, supaya tetap berpegang teguh
pada jalan Allah. Dititip pula pesan kepada Sultan dan rakyat Banten dan Makassar lewat suratnya, agar tetap waspada,
tetap berpegang pada kitabullah, selalu berdzikir, berbuat jujur dan berbudi
luhur. Pesan-pesan kepada raja di Makassar, adalah pesan kekeluargaan.
Pesan-pesan dan surat
Syekh Yusuf kepada raja Banten dan Makassar (Gowa), berhasil dicium oleh
Kompeni di Belanda. Pemberontakan rakyat Banten, Haji Miskin di Sumatera Barat
dan Sultan Abdul Jalil (Raja Gowa ke -19) yang menggugat perjanjian Bongaya,
supaya Fort Rotterdam, dikembalikan kepada Gowa. Kompeni terkejut melihat
peristiwa itu bisa terjadi dan menyelidiki siapa biangnya. Akhirnya kompeni
mengambil kesimpulan, bahwa sebab peristiwa itu adalah orang tua yang ada di
Ceylon. Sejak itu, pemerintah Kompeni menemukan nama samaran yang digunakan
oleh rakyat, seperti Tuan Loeta, Pasanna Tuanta, Tuanta Salamaka, sedang di Jawa
Barat dengan nama samaran Ngelmu Aji Karang dan Tuan Syeh. Nama samaran ini
yang dimaksudkaan adalah Syekh Yusuf sendiri, wibawa dan pengaruhnya masih
beredar di kalangan masyarakat Hindia Timur dan Ceylon samapi ke India.
Pemerintah Tinggi Kompeni memutuskan bahwa Syekh Yusuf harus dipindahkan lebih
jauh lagi dan asal keturunannya harus dikaburkan serta wibawanya, agar keluarga
dan murid-muridnya tidak mewarisi kebanggan atas kecendekiawan dan pengaruhnya.
Keputusan Kompeni
dijalankan pada tanggal 7 Juli 1883 untuk memindahkan Syekh Yusuf ke Kaap (Cape
Town-Afrika Selatan), dalam usia 68 tahun, dengan kapal “Voetboeg” bersama
dengan dua orang isterinya (kare Kontu dan Kare Pane), dua orang pembantu
wanitanya (St. Mu’minah dan St. Naimah), 12 orang anak, masing-masing : M.
Rajab; M. Hayi; M. Jaelani; Raden Burne; M. Ranlan; St. Aisyah; M. Jamal Kare
Sangie; M. Sondak; St. Ramlah; St. Habibah dan St. Sainab.
Kedatangan Syekh Yusuf
sebagai orang buangan politik (political exile) di Kaap (Cape Town), disambut dengan
penuh ramah tamah oleh Gubernur Simon Van Der Stel dan menghormatinya, tidak
seperti orang buangan politik yang datang sebelumnya. I.D. calvin bercerita
dalam bukunya “The Romance of South
Africa” (1897) halaman (165-175) mengatakan; bahwa penghoramtan yang telah
berlangsung sampai 200 tahun di kalangan orang-orang Melayu di Cape Town,
dapatlah kita bayangkan Syekh Yusuf itu bukanlah orang biasa. Ia bukan saja
berdarah bangsawan, melainkan ia seorang saleh yang bukan sembarangan. Ia
seorang kesatria, seorang pengarang, seorang cendekia dan seorang alim yang
mendalam pengetahuannya tentang hal-hal yang suci
.(salah satu karya Syekh Yusuf)
Syekh Yusuf tiba dibumi
paling selatan Afrika Selatan pada tanggal 2 April 1694 jam 15.00 waktu
setempat bersama rombongannya (49) orang tanpa dirantai, bahkan disambut oleh
para petinggi Kompeni. Langsung beliau diantar masuk ke dalam Kastle (Benteng
Penyu) di Cape Town, tidak jauh dari pelabuhan. Sembahyang Maghrib pertama
dalam benteng (kastle) dilakukan oleh rombongan setelah menginjak bumi pembuangan.
Sembahyang maghrib inilah jadi petunjuk mula adanya Agama Islam di Cape Town.
Kurang lebih 72 hari lamanya Syekh Yusuf berada
di Kastle (benteng) bergaul dengan serdasdu India sewaan Kompeni dan para
pekerja Kastle, mereka mulai simpatik dan terpengaruh atas kepribadian Syekh
Yusuf, sehingga dikhawatirkan akan mengadakan kekacauan dalam kastle.
Diputuskann untuk memindahkannya ke daerah Zandvleit dekat muara sungai Eerste
di Cape, 36 km dari pusat kota Cape
Rombongan Syekh Yusuf
yang tiba di Cape dalam tahun 1694, adalah buangan politik gelombang ketiga,
namun karena wibawa dan pengaruhnya mulai di Hindia Timur, Ceylon dan Afrika
Selatan, dimukimkan di daerah terpencil di Zandvleit, bebas mengurus penhidupannya
tanpa mereka menjadi warga negara , karena tetap berstatus tahanan.
Ditempat pembuangan terakhirnya itu Syekh Yusuf
tetap giat berdakwah dan memiliki banyak pengikut. Ketika dia wafat pada
tanggal 23 Mei 1699 almarhum diratapi oleh banyak murid da n pengikutnya.
Makam Syekh Yusuf di
daerah Zemplit, 36 km sebelah selatan pusat kota Cape Town, disebut MAKASSAR
Dawn atau Desa Makassar. Komunitas Islam Cape Town menghormatinya sebagai Tuan
Keramat berasal dari Makassar. Bahkan,
Nelson Mandela, mantan Presiden Afrika Selatan menyebutnya
sebagai Salah Seorang Putra Afrika Terbaik. Kemudian Syekh Yusuf dianugerahi
gelar Pahlawan Nasional oleh Pemerintah
Indonesia dengan SK Presiden Keppres No.
071/TK/1995, Tgl. 7 Agustus 1995.
Pada
tahun 2009, Syekh Yusuf dianugerahi penghargaan
Oliver Thambo, yaitu penghargaan sebagai Pahlawan Nasional Afrika Selatan oleh presiden Afrika Selatan
Thabo Mbeki kepada ahli warisnya yang disaksikan oleh MUh.Jusuf Kalla (sebagai wakil presiden ketika itu) di
Pretoria, Afrika Selatan. Alfatihah untukmu Yah Syekh…
Komentar
Posting Komentar